Batam, Wajah Batam – Sebanyak 30 karyawan PT Hijrah Alam Lestari menghadapi masalah serius terkait pemberhentian kerja tanpa pembayaran gaji. Para pekerja yang telah bekerja selama sekitar dua bulan kini sudah satu bulan diberhentikan tanpa menerima upah yang seharusnya mereka terima. Hingga saat ini, total upah yang belum dibayarkan mencapai Rp 180 juta.
Menurut Hendrawan Simanjuntak, supervisor yang juga ikut diberhentikan, tidak ada kontrak kerja tertulis yang diberikan kepada mereka saat direkrut. Selama bekerja, mereka juga tidak mendapatkan jaminan kesehatan melalui BPJS Ketenagakerjaan, serta diharuskan bekerja lembur tanpa kejelasan status kerja dan pembayaran. “Kami merasa sangat kecewa karena bekerja siang malam tanpa kejelasan hak kami. Kami butuh gaji untuk menghidupi keluarga, bukan pinjaman,” ujar Hendrawan.
Dari total hak gaji Rp 180 juta, perusahaan hanya memberikan pinjaman sebesar Rp 70 juta untuk dibagi di antara 30 pekerja.
“Awalnya kami mencoba menyelesaikan ini secara kekeluargaan dengan pihak perusahaan, tapi tidak ada hasil. Kami benar-benar tidak tahu harus kemana lagi untuk mencari keadilan,” Hendrawan berkata lirih.
Melalui pertemuan dengan media Wajah Batam yang dipimpin oleh aktivis senior Kota Batam, Allan Suharsad, para pekerja meminta bantuan untuk memperjuangkan hak-hak mereka. Menurut para pekerja yang hadir, mereka merasa sangat sedih karena tidak ada tempat untuk mencari keadilan. “Kami bekerja dengan harapan bisa menyambung hidup. Tapi yang kami dapatkan hanyalah ketidakpastian. Kami mohon keadilan,” celetuk mereka.
Menanggapi hal tersebut, Allan Suharsad menyatakan siap memfasilitasi dan mendampingi pekerja untuk menyelesaikan permasalahan ini secara adil. “Saya menyerukan kepada pihak PT Hijrah Alam Lestari agar bertanggung jawab sesuai hukum. Jangan ada lagi eksploitasi seperti ini terhadap pekerja. Jika tidak ada penyelesaian, kami akan membawa ini ke Dinas Ketenagakerjaan,” kata Allan Suharsad. “Ini adalah pelanggaran serius terhadap hak tenaga kerja. Saya akan memastikan setiap langkah diambil agar para pekerja mendapatkan hak mereka sesuai undang-undang,” tambahnya.
Menurut Allan Suharsad, kasus ini melibatkan beberapa dugaan pelanggaran UU Ketenagakerjaan, antara lain:
- Tidak adanya surat perjanjian kerja – Melanggar Pasal 50 UU No. 13 Tahun 2003, yang menyatakan hubungan kerja wajib didasarkan pada perjanjian kerja.
- Tidak dibayarkannya upah kerja – Melanggar Pasal 88 dan 89 UU No. 13 Tahun 2003, yang mengatur bahwa upah pekerja adalah hak yang wajib dibayarkan oleh pemberi kerja.
- Tidak ada jaminan sosial tenaga kerja – Melanggar UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS, yang mewajibkan perusahaan mendaftarkan pekerja ke program BPJS Ketenagakerjaan.
- Kerja lembur tanpa kejelasan upah – Melanggar Pasal 78 dan 79 UU No. 13 Tahun 2003, yang mengatur bahwa kerja lembur wajib dibayar sesuai ketentuan.
Dalam pertemuan tersebut, para pekerja meminta hak mereka dipenuhi, termasuk:
- Pembayaran gaji penuh sebesar Rp 180 juta.
- Pendaftaran BPJS Ketenagakerjaan untuk periode kerja yang telah dijalani.
- Kompensasi atas kerja lembur yang belum dibayarkan.
- Hak-hak lainnya yang sesuai dengan aturan UU Ciptakerja jika ada.
Kasus ini diharapkan dapat menjadi perhatian publik sebagai pengingat akan pentingnya perlindungan hak tenaga kerja di Indonesia. Allan Suharsad dan tim Wajah Batam berharap masalah ini dapat diselesaikan dengan baik melalui mediasi ataupun jalur hukum jika diperlukan. (Al)
Baca juga Klarifikasi PT Hamindo
Polemik Upah Hendra dan Tim: PT Hamindo Tegaskan Proses Perhitungan Belum Final