Batam, Wajah Batam – Sudah lebih dari beberapa bulan sejak proses seleksi anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Daerah Kepulauan Riau rampung. Namun, hingga saat ini, pelantikan yang dinanti-nantikan oleh para peserta yang lulus seleksi tak kunjung terlaksana. Pertanyaan besar pun mencuat: apa yang sebenarnya terjadi di balik layar?
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, pelantikan anggota KPI daerah merupakan kewajiban yang harus dipenuhi setelah proses seleksi selesai. Pasal 10 ayat 1 UU tersebut dengan tegas menyebutkan bahwa Komisi Penyiaran harus segera dilantik setelah proses seleksi rampung. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan hal sebaliknya. Keputusan tertunda ini tidak hanya melanggar aturan hukum, tetapi juga mencederai semangat demokrasi penyiaran di Indonesia.
Peserta yang telah melalui proses seleksi ketat merasa dikhianati oleh sistem. Mereka mengungkapkan kekecewaan mendalam atas ketidakjelasan ini. “Kami sudah berjuang keras, mengikuti semua tahapan seleksi dengan harapan dapat berkontribusi dalam dunia penyiaran. Namun, ketidakpastian ini sungguh mengecewakan,” ujar salah satu peserta yang tak ingin disebutkan namanya.
Daftar peserta yang lolos seleksi terdiri dari berbagai nama yang berkompeten di bidang penyiaran, antara lain: Ramon Damora, Tito Suwarno, Indra Isputranto, Bambang Sumitro, Hengky Mohari, Ahmad Dani dan Walter Panjaitan.
Namun, meskipun telah memenuhi syarat dan lulus seleksi, nasib mereka hingga kini masih menggantung tanpa kejelasan.
Dari konfirmasi yang diperoleh media ini, salah satu anggota tim pansel yang enggan disebutkan namanya mengatakan bahwa kelima orang anggota tim pansel yang terlibat dalam seleksi tersebut telah bekerja sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku. “Kami sudah bekerja dengan profesional dan sesuai dengan aturan. Mengenai keterlambatan pelantikan, itu sudah bukan lagi ranah kami. Kami bertanggung jawab kepada Allah atas kinerja kami,” ujar sumber tersebut.
Namun, meskipun tim pansel mengklaim sudah bekerja sesuai prosedur, banyak pihak yang meragukan transparansi dan kelancaran proses yang terjadi. Penundaan yang terus berlangsung mengundang kecurigaan dan spekulasi di kalangan masyarakat.
Dari hasil konfirmasi lebih lanjut dengan salah satu peserta seleksi yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, ada dugaan kuat bahwa masalah pelantikan yang tertunda ini berkaitan dengan faktor politik dan birokrasi yang melibatkan kaum elit di pemerintahan. “Ada banyak kepentingan yang saling bertabrakan. Banyak orang yang merasa bahwa komposisi anggota KPI harus dipilih berdasarkan kedekatan politik, bukan kompetensi. Kami merasa ini adalah permainan politik yang memengaruhi pelantikan kami,” ungkap sumber tersebut dengan nada penuh kekecewaan.
Dugaan ini semakin menguat ketika sejumlah pihak mulai mempertanyakan keterlibatan aktor politik dalam proses yang seharusnya independen. Sebagai lembaga yang seharusnya bebas dari intervensi politik, KPI Daerah Kepri kini dilanda ketidakpastian yang mencoreng citranya.
Ketidakpastian yang terjadi ini tidak luput dari kritik tajam berbagai pihak. Salah satu akademisi dan pengamat media sosial, Suharsad.SH mengkritik atas kinerja panitia seleksi. “Ada tanggung jawab besar yang harus dipikul oleh panitia seleksi. Mereka seharusnya memastikan proses pelantikan berjalan sesuai dengan hukum yang berlaku. Ketidakpastian ini mencerminkan kegagalan birokrasi,” ujarnya.
Birokrasi yang lamban dan penundaan ini seakan menjadi cerminan buruk bagi sistem pemerintahan di Kepri. Ada dugaan bahwa proses ini dihambat oleh politisasi yang sengaja dimainkan oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan.
Indikasi adanya kepentingan politik di balik penundaan pelantikan semakin kuat setelah beberapa sumber yang tidak ingin disebutkan namanya menyebutkan adanya “tangan-tangan tersembunyi” yang berusaha mengatur komposisi anggota KPI sesuai dengan arah politik tertentu. Ini memunculkan pertanyaan besar: apakah ada upaya untuk mengendalikan lembaga penyiaran daerah demi kepentingan politik tertentu?
Suharsad, SH menambahkan, “Keterlambatan pelantikan Komisi Penyiaran Kepri menjadi cerminan buruk pengelolaan birokrasi dan potensi politisasi lembaga independen. Masyarakat Kepri layak mendapatkan jawaban atas misteri ini, dan pelantikan yang tertunda harus segera direalisasikan demi menjaga marwah dan independensi penyiaran di daerah. Kini, semua mata tertuju pada Pemprop Kepri dan Panitia Seleksi. Apakah mereka akan segera bertindak atau terus membiarkan skandal ini berlarut-larut,?” cetusnya.
Dari kesimpang siuran informasi ini hingga berita ini diterbitkan, kru media ini belum mendapat jawaban atas konfirmasi kepada ketua Tim Pansel Jamhur Poti. (Al)