Penulis: Suharsad, S.H

Abstrak:
Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis respons organisasi masyarakat (Ormas) terhadap pembentukan Satgas Anti Premanisme oleh Gubernur Kang Didi Suryadi (KDS) di Jawa Barat, serta implikasinya terhadap reformasi birokrasi. Fokus utama penelitian ini adalah menilai apakah pembentukan satgas tersebut dapat dianggap sebagai langkah konkret dalam pemberantasan praktik korupsi dan pungutan liar di tingkat birokrasi.

Pendahuluan:
Gubernur KDS telah membentuk Satgas Anti Premanisme dengan tujuan memberantas praktik premanisme di Jawa Barat. Namun, pembentukan satgas ini menuai respons kritis dari Ormas GRIB Jaya, yang menantang pembentukan satgas serupa untuk memberantas praktik premanisme di lingkungan birokrasi. Tantangan ini mencerminkan adanya ketidakpuasan terhadap kinerja birokrasi yang diduga terlibat dalam praktik korupsi dan pungutan liar.Kompas+8Indonesians.id+8Instagram+8

Metodologi:
Penulisan ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis isi terhadap pemberitaan media massa dan wawancara dengan tokoh masyarakat dan aktivis anti-korupsi. Data dikumpulkan dari berbagai sumber, termasuk laporan media dan pernyataan resmi dari Ormas GRIB Jaya.

Pembahasan:
Pembentukan Satgas Anti Premanisme oleh Gubernur KDS dapat dilihat sebagai upaya untuk meningkatkan citra pemerintah daerah dalam memberantas praktik premanisme. Namun, respons kritis dari Ormas GRIB Jaya menunjukkan adanya ketidakpuasan terhadap kinerja birokrasi yang diduga terlibat dalam praktik korupsi dan pungutan liar. Pembentukan satgas serupa untuk lingkungan birokrasi dapat dianggap sebagai langkah konkret dalam pemberantasan praktik tersebut.YouTube+6Indonesians.id+6YouTube+6

Tanggapan Suharsad, S.H.

Organisator dan Aktifiss senior Kota Batam

Sebagai penulis, saya memandang langkah Gubernur KDS membentuk Satgas Anti Preman sebagai upaya progresif yang layak diapresiasi. Ini menunjukkan keberanian untuk menindak langsung praktik-praktik liar yang meresahkan masyarakat dan dunia usaha. Namun, keengganan Gubernur menjawab secara terbuka tantangan pembentukan Satgas Anti Birokrasi justru menimbulkan pertanyaan. Bila benar ingin membersihkan pemerintahan, seharusnya gagasan tersebut disambut antusias sebagai bagian dari pembenahan menyeluruh, bukan dihindari.

Di sisi lain, reaksi keras salah satu ormas terhadap pembentukan satgas ini patut dicermati. Bisa jadi mereka merasa posisinya terancam karena eksistensinya dalam dinamika sosial-politik daerah kerap bersinggungan dengan kepentingan kekuasaan informal. Bila ormas merasa gerah, mungkinkah karena takut praktik-praktik negatifnya terbongkar? Saya berpandangan bahwa inisiatif Gubernur KDS ini seharusnya menjadi pemicu evaluasi diri semua pihak, bukan malah dijadikan ajang saling tantang kekuasaan.

Minimnya Dukungan Terbuka Gubernur terhadap Satgas Anti Korupsi

Hingga saat ini, tidak ditemukan pernyataan resmi dari Gubernur KDS yang secara tegas menyatakan dukungan terhadap rencana ormas untuk membentuk satgas anti korupsi. Meskipun Gubernur KDS telah menunjukkan komitmen dalam pemberantasan premanisme melalui pembentukan Satgas Anti Preman, tanggapan terhadap inisiatif ormas dalam membentuk satgas anti birokrasi atau anti korupsi belum disampaikan secara terbuka.

Sebagai perbandingan, Gubernur Kalimantan Selatan, Sahbirin Noor, telah secara aktif mendukung pembentukan Komite Advokasi Daerah (KAD) Anti Korupsi yang melibatkan berbagai pihak, termasuk dunia usaha, dalam upaya pencegahan korupsi di daerahnya . Langkah ini menunjukkan bahwa dukungan gubernur terhadap inisiatif masyarakat dalam pemberantasan korupsi dapat memperkuat integritas dan transparansi pemerintahan.

Kemitraan Pemerintah dan Masyarakat dalam Reformasi Birokrasi Bersih

Dalam konteks ini, sudah semestinya pemerintah menunjukkan keberpihakan yang tegas terhadap upaya-upaya pemberantasan praktik menyimpang, termasuk yang dilakukan oleh oknum yang berlindung di balik nama ormas. Bila ormas-ormas tertentu justru menjadi bagian dari masalah, maka mendukung terbentuknya Satgas Anti Birokrasi oleh masyarakat sipil adalah langkah strategis dan berani. Dukungan tersebut tidak harus dimaknai sebagai konfrontasi, melainkan sebagai wujud kemitraan dalam memperkuat tata kelola pemerintahan yang bersih dan transparan demi kepentingan rakyat luas.

Kesimpulan:
Pembentukan Satgas Anti Premanisme oleh Gubernur KDS merupakan langkah positif dalam memberantas praktik premanisme di Jawa Barat. Namun, untuk mencapai reformasi birokrasi yang efektif, perlu adanya dukungan penuh dalam pembentukan satgas serupa yang fokus pada pemberantasan praktik korupsi dan pungutan liar di lingkungan birokrasi. Dukungan dari masyarakat dan Ormas sangat penting dalam mewujudkan tujuan tersebut.

Batam, Senin – 21 April 2025​

Referensi:

  1. Dedi Mulyadi Ditantang Ormas, Satgas Antipremanisme Dinilai Picu. Kompas. https://www.kompas.com/jawa-barat/read/2025/04/13/120818188/dedi-mulyadi-ditantang-ormas-satgas-antipremanisme-dinilai-picuKompas

  2. GRIB Jaya Tantang Kang Dedi!! Bentuk Satgas Antipremanisme Birokrasi. YouTube. https://www.youtube.com/watch?v=tubVaT6XsB0YouTube+1YouTube+1

  3. LAKRI Akan Bentuk Satgas Anti Korupsi di Tingkat Desa dan Perkuat Pendidikan Anti Korupsi Sejak Dini. KAPOL.ID. https://kapol.id/lakri-akan-bentuk-satgas-anti-korupsi-di-tingkat-desa-dan-perkuat-pendidikan-anti-korupsi-sejak-dini/Kapol

  4. Kinerja Lembaga Pemberantasan Korupsi di Indonesia. Banyumas Kabupaten. https://www.banyumaskab.go.id/read/15537/target%3Dbanyumaskab.go.id

  5. Indonesia Corruption Watch. Wikipedia. https://en.wikipedia.org/wiki/Indonesia_Corruption_Watchen.wikipedia.org

About Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *