WAJAH BATAM – Sudah sekitar empat bulan, proses hukum terkait dugaan korupsi Dana BOS yang melibatkan empat kepala sekolah di Batam berjalan di tempat. Kepala SMAN 1 Batam, SMAN 8 Batam, SMKN 4 Batam, dan SMAN 5 Batam dituding melakukan penyalahgunaan Dana BOS dari tahun 2020 hingga 2023 serta uang sewa kantin, namun hingga kini belum ada tindakan tegas dari Kejari Batam. Pada Sabtu (12/10/2024), Kejaksaan Negeri Batam menyatakan bahwa tidak ditemukan tindak pidana korupsi setelah memeriksa laporan pertanggungjawaban (LPJ) yang diajukan oleh para kepala sekolah, namun sejumlah pihak mempertanyakan keabsahan hasil tersebut.
Kasipidsus Kejari Batam, Tohom Hasiholan, S.H., M.H., menjelaskan bahwa timnya hanya melakukan pemeriksaan berdasarkan dokumen LPJ tanpa investigasi fisik atau pemeriksaan langsung ke sekolah untuk memverifikasi transaksi pengadaan barang dan kegiatan yang dilaporkan. Keterangan ini memicu keraguan atas keseriusan dan profesionalisme Kejaksaan dalam menyelidiki dugaan korupsi yang melibatkan ratusan juta hingga miliaran rupiah.
Menurut hasil investigasi independen, ada indikasi ketidakmasukakalan dalam pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler dan pembangunan sarana prasarana sekolah di tengah pandemi Covid-19 pada 2020-2022. Beberapa kegiatan dinilai tidak layak dijalankan saat itu, seperti ekstrakurikuler yang dilakukan secara tatap muka dan pengadaan sarana fisik, yang seharusnya tidak bisa dilakukan mengingat situasi pandemi.
Sebagai contoh, Hendra Debeny, M.Pd., Kepala SMKN 3 Batam, diduga terlibat dalam pengeluaran Dana BOS dengan rincian: pengembangan perpustakaan Rp 453 juta dan kegiatan ekstrakurikuler Rp 265 juta pada 2020, serta Rp 538 juta untuk pengembangan perpustakaan dan Rp 553 juta untuk ekstrakurikuler pada 2021. Ahmad Tahir, M.Ak., dari SMKN 4 Batam, juga tercatat dengan pengeluaran dana BOS yang mencurigakan, seperti pengembangan perpustakaan Rp 115 juta pada 2020 dan Rp 620 juta pada 2021.
Selain itu, Tohom Hasiholan mengakui adanya temuan korupsi dalam kasus sewa kantin yang dilakukan oleh Ahmad Tahir dari SMKN 4 Batam sebesar Rp 75 juta dan Hendra Debeny dari SMKN 3 Batam sebesar Rp 60 juta. Meskipun uang ini telah dikembalikan ke kas negara, kasus tersebut tidak dilanjutkan karena dianggap “tidak signifikan” dari segi nominal. Namun, keputusan ini mendapat kecaman karena bertentangan dengan prinsip hukum bahwa pemulihan kerugian negara tidak menghapus ancaman pidana bagi pelaku.
Banyak pihak menilai bahwa ada upaya untuk melindungi oknum-oknum terkait dalam kasus ini. Oleh karena itu, laporan resmi akan segera disampaikan ke Kejagung dan KPK agar penyelidikan dapat dilakukan secara mendalam, termasuk memeriksa Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dari para kepala sekolah yang terlibat. Masyarakat Batam juga diimbau untuk bersama-sama mengawal kasus ini demi memastikan penegakan hukum yang transparan dan adil, serta memberikan efek jera bagi pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi di sektor pendidikan.
Kami, sebagai media, berkomitmen untuk terus melakukan kontrol sosial dan mendorong pihak berwenang agar lebih tegas dalam memberantas tindak pidana korupsi, terutama yang berkaitan dengan penggunaan dana negara di dunia pendidikan.
Luar biasa kawan-kawan ni untuk menegakkan hukum
Mantap