Ketidakadilan terhadap Guru: Antara Disiplin Pendidikan dan Persekusi Hukum
Oleh: Suharsad, SH – Dir. LSM Forum Komunikasi Pendidikan Nasional
Pendidikan adalah pilar utama dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Di tengah tugas berat para guru sebagai pengajar, pendidik, sekaligus pembentuk karakter siswa, sering kali mereka menghadapi situasi sulit: bagaimana menegakkan disiplin tanpa dianggap melanggar hak siswa? Isu ini menjadi sorotan ketika sejumlah guru justru mendapatkan hukuman pidana akibat tindakan disiplin terhadap siswa yang melanggar aturan sekolah atau norma masyarakat.
Permasalahan
Dalam banyak kasus, guru terpaksa berhadapan dengan hukum setelah menghukum siswa yang berperilaku buruk. Padahal, tindakan disiplin yang dilakukan biasanya bertujuan untuk mengarahkan siswa agar memahami tanggung jawab, norma sosial, dan pentingnya ketaatan pada aturan. Sayangnya, sebagian masyarakat melihat tindakan tersebut sebagai pelanggaran hak anak, bahkan bentuk kekerasan, tanpa mempertimbangkan konteks pendidikan dan maksud dari tindakan itu sendiri.
Hal ini menimbulkan dampak dari sebuah fenomena yang tidak bisa diabaikan, dimana kendala dalam penegakan disiplin di sekolah meliputi ketakutan guru terhadap ancaman hukum, kurangnya dukungan dari orang tua yang cenderung membela anak tanpa memahami konteks, kelemahan regulasi yang tidak melindungi tindakan disiplin edukatif, dan dampak negatif media sosial yang sering mem-framing tindakan guru secara sepihak. Selain itu, perubahan karakter siswa yang kurang menghormati otoritas, minimnya pendidikan karakter di rumah, tekanan dari lingkungan sekolah, beban administrasi yang tinggi, serta kurangnya pelatihan tentang metode disiplin yang tepat membuat guru semakin sulit menegakkan aturan tanpa risiko konflik atau masalah hukum. Akhibatnya muncul ketidakberdayaan guru dalam melakukan suatu tindakan edukatif yang bias dan tidak memiliki standar yang patut.
Problematika tersebut berdampak pada otoritas guru di sekolah yang cenderung menurun akibat berbagai faktor, seperti ketakutan akan ancaman hukum, kurangnya penghormatan dari siswa yang merasa lebih dilindungi oleh regulasi, dan campur tangan orang tua yang sering membela anak tanpa memahami konteks. Selain itu, viralnya kasus-kasus disiplin di media sosial dan melemahnya pendidikan karakter di rumah turut memperburuk situasi, sehingga guru kesulitan menegakkan aturan dan kehilangan peran sentralnya sebagai figur otoritatif dalam proses pembelajaran.
Dalam hal ini maka akan timbul efek sangat melemahnya otoritas guru dan sulitnya menegakkan disiplin yang dapat memicu krisis dalam pendidikan karakter. Ketika tindakan tegas dari guru dianggap melanggar atau dipermasalahkan, siswa kehilangan pembelajaran penting tentang tanggung jawab, etika, dan batas sosial. Ditambah dengan minimnya pendidikan karakter di rumah, generasi muda berisiko tumbuh tanpa nilai-nilai moral yang kuat, yang pada akhirnya berdampak pada kualitas bangsa di masa depan.
Dari pengalaman tersebut maka dapat dianalisa secara hukum dimana untuk menetralisir permasalahan serta pencarian solusi hukum perlu dilakukan dengan bijak yang dapat dipikirkan oleh para stakeholder dan bukan saja kaku dalam pelaksanaan hukum tersebut seperti:
- Perlindungan Anak (UU No. 35 Tahun 2014)
Regulasi ini sering digunakan untuk menjerat guru atas dugaan kekerasan, namun konteks tindakan disiplin sebagai bagian dari pendidikan sering diabaikan. Perlu dipastikan bahwa implementasi pasal-pasalnya memperhitungkan niat dan tujuan edukatif dari tindakan guru. - Hukum Pidana
Guru rentan dijerat dengan pasal kekerasan, meski tindakan mereka bertujuan mendidik. Hal ini menunjukkan kurangnya pemahaman bahwa ranah pendidikan memiliki pendekatan berbeda dari sekadar penerapan hukum pidana umum. - Kode Etik Guru
Kode etik harus menjadi landasan utama untuk mengevaluasi tindakan guru. Hal ini penting agar kasus disiplin ditangani lebih profesional sebelum dibawa ke jalur hukum.
Oleh karenanya, perlu suatu pencapaian konkret dalam menempuh keseimbangan yang harus dilakukan, antaranya:
- Reformasi Regulasi
Harmonisasi hukum diperlukan, terutama dengan memasukkan klausul yang melindungi tindakan disiplin edukatif di UU Perlindungan Anak. Ini dapat diwujudkan melalui revisi regulasi yang melibatkan kementerian pendidikan dan perlindungan anak. - Peningkatan Kesadaran Hukum untuk Guru
Memberikan pelatihan hukum secara rutin agar guru memahami batasan tindakan disiplin, hak-hak siswa, serta perlindungan hukum bagi mereka. Program ini bisa diintegrasikan dalam pelatihan profesionalisme guru oleh pemerintah daerah. - Sosialisasi kepada Masyarakat
Mengedukasi masyarakat melalui kampanye publik bahwa tindakan disiplin edukatif berbeda dari kekerasan. Hal ini dapat dilakukan melalui seminar, media sosial, dan kerja sama dengan komunitas orang tua. - Mediasi sebagai Solusi Awal
Mendorong penyelesaian konflik melalui mediasi antara guru, siswa, dan orang tua sebelum melibatkan hukum. Langkah ini bisa diterapkan di level sekolah dengan melibatkan pihak ketiga, seperti komite sekolah atau mediator profesional.
Kesimpulannya, masyarakat harus kembali percaya bahwa guru adalah pilar penting dalam membangun masa depan anak-anak kita. Tindakan disiplin yang dilakukan bukanlah bentuk penindasan, melainkan cara mendidik agar mereka tumbuh menjadi pribadi yang bertanggung jawab, beretika, dan tangguh menghadapi kehidupan. Jika setiap tindakan guru selalu dicurigai dan dibalas dengan hujatan tanpa memahami maksud baik di baliknya, kita bukan hanya melemahkan peran guru, tetapi juga merampas kesempatan anak-anak kita untuk belajar tentang nilai-nilai kehidupan. Sebagai orang tua dan masyarakat, kita harus memberi ruang kepada guru untuk melaksanakan tugas mereka, percaya bahwa di tangan merekalah karakter anak-anak kita ditempa, bukan untuk sekarang saja, tetapi untuk masa depan bangsa yang lebih baik.
Sebagai penutup, penting bagi kita semua untuk memahami bahwa pendidikan adalah upaya kolektif yang melibatkan guru, orang tua, dan masyarakat. Guru bukan hanya pengajar, tetapi juga pembimbing yang berperan membentuk karakter generasi muda. Namun, tanpa dukungan dan kepercayaan dari masyarakat, tugas mulia ini menjadi semakin berat. Perlu adanya harmoni antara perlindungan hukum, penghormatan terhadap otoritas guru, dan pemahaman yang mendalam bahwa tindakan disiplin yang edukatif adalah bagian penting dalam mendidik anak-anak kita menjadi pribadi yang unggul. Mari kita bangun sinergi, melepaskan prasangka, dan bersama-sama memperjuangkan pendidikan yang tidak hanya mencerdaskan, tetapi juga membangun akhlak mulia sebagai pondasi bangsa. Masa depan anak-anak kita ada di tangan kita bersama.