Polemik Hukum dan Sosial Pencabutan Lahan Yayasan Pagaruyung Batam: Implikasi Konflik Horizontal dan Penyelesaian Hukum

Oleh: Suharsad, SH

Pencabutan alokasi lahan Yayasan Pagaruyung di Batam telah menjadi isu kompleks yang melibatkan aspek hukum, sosial, dan budaya. Yayasan ini merupakan simbol identitas budaya Minangkabau yang penting bagi masyarakat Batam, khususnya etnis Minangkabau. Langkah pencabutan lahan tersebut tidak hanya memicu konflik hukum, tetapi juga berpotensi menyebabkan keretakan dalam solidaritas sosial di antara kelompok adat.

Polemik ini telah memasuki ranah hukum dengan gugatan yang diajukan oleh Yayasan Pagaruyung ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Gugatan ini menjadi preseden penting dalam menilai legalitas tindakan pemerintah dalam mencabut alokasi lahan.

Kerangka Hukum yang Relevan

Hukum Administrasi: Pencabutan Hak atas Lahan (UUPA dan Peraturan BP Batam)

Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria mengatur bahwa pencabutan hak atas tanah hanya dapat dilakukan untuk kepentingan umum dengan memberikan ganti rugi yang layak. Dalam konteks ini, pihak Yayasan Pagaruyung menilai pencabutan lahan mereka tidak memenuhi unsur kepentingan umum dan prosedur administrasi yang jelas.

Tindakan BP Batam sebagai pengelola kawasan strategis tunduk pada asas legalitas administrasi. Jika proses pencabutan tidak memenuhi syarat hukum, tindakan ini dapat dianggap sebagai penyalahgunaan kewenangan.

Hukum Tata Usaha Negara

Gugatan ke PTUN yang diajukan oleh Yayasan Pagaruyung adalah upaya hukum untuk menilai keabsahan keputusan administratif yang dilakukan BP Batam. PTUN akan memeriksa apakah pencabutan tersebut melanggar prinsip asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB), termasuk asas keterbukaan, keadilan, dan proporsionalitas.

Hukum Pidana

Jika terdapat indikasi pelanggaran seperti penyalahgunaan jabatan dalam proses pencabutan, pasal-pasal dalam KUHP Baru (Pasal 417 tentang penyalahgunaan kewenangan) dapat digunakan. Tindakan kriminalisasi terhadap pihak yayasan juga dapat menjadi dasar untuk melaporkan dugaan pelanggaran HAM.

Hukum Adat dan Hak Komunal

Yayasan Pagaruyung memiliki nilai kultural yang melekat pada masyarakat Minangkabau. Dalam hal ini, Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 3 UUPA menjamin perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat. Proses pencabutan yang mengabaikan musyawarah adat bertentangan dengan prinsip-prinsip ini.

Analisis Dampak Sosial dan Budaya

1. Konflik Horizontal dalam Komunitas Minangkabau
Pencabutan lahan Yayasan Pagaruyung berpotensi menyebabkan perpecahan dalam komunitas Minangkabau di Batam. Yayasan ini berfungsi sebagai simbol solidaritas etnis dan budaya, sehingga tindakan sepihak dapat menimbulkan ketegangan yang meluas di masyarakat.

2. Penurunan Kepercayaan Publik terhadap Pemerintah
Langkah yang dinilai tidak transparan dan tidak inklusif ini semakin memperburuk citra pemerintah di mata masyarakat. Pencabutan lahan tanpa dialog yang konstruktif dengan yayasan atau komunitas adat dapat mengurangi kepercayaan publik terhadap mekanisme hukum dan pemerintahan.

Gugatan PTUN sebagai Jalan Penyelesaian

Gugatan PTUN yang diajukan oleh Yayasan Pagaruyung merupakan langkah hukum yang relevan untuk memastikan legalitas keputusan BP Batam. Proses hukum ini juga memberikan kesempatan bagi pihak yayasan untuk menyampaikan argumen mereka terkait pelanggaran hak dan prosedur. Dalam hal ini, hasil keputusan PTUN akan menjadi tolok ukur penting untuk kasus serupa di masa mendatang, terutama dalam hal konflik lahan di kawasan strategis nasional.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Kasus Yayasan Pagaruyung di Batam mencerminkan kompleksitas pengelolaan lahan dalam kawasan strategis nasional. Penyelesaian sengketa ini membutuhkan pendekatan hukum yang berimbang dan mengedepankan asas keadilan serta keterbukaan. Beberapa rekomendasi meliputi:

1. Peningkatan Transparansi dalam proses pencabutan alokasi lahan, termasuk mekanisme dialog dengan komunitas terkait.

2. Penguatan Mediasi Adat untuk menjaga keharmonisan sosial dan mencegah konflik horizontal.

3. Peninjauan ulang peraturan yang mengatur tata kelola lahan untuk memastikan perlindungan terhadap hak komunitas adat. (Al)

Baca juga ..

Implikasi Pencabutan Lahan Yayasan Pagaruyung Batam terhadap Konflik Sosial dan Hukum di Indonesia

About Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *