WAJAH BATAM, 30 Desember 2024 – Kasus dugaan kehadiran preman untuk menekan warga yang masih bertahan di lahan sengketa kembali mencuat di Kota Batam. Fenomena ini diduga telah menjadi pola umum dalam proses pengosongan lahan, terutama di wilayah-wilayah yang sedang direncanakan untuk pengembangan proyek besar.
Pada tanggal 28 Desember 2024, warga yang merasa terancam dengan aksi premanisme tersebut telah melaporkan kejadian ini ke Polda Kepulauan Riau. Laporan tersebut mencakup dugaan intimidasi dan kekerasan yang terjadi saat pemasangan plang di lahan sengketa. Warga berharap agar aparat penegak hukum segera mengambil tindakan tegas untuk menghentikan praktik-praktik yang meresahkan ini, sekaligus memberikan rasa aman kepada masyarakat yang terdampak.
Warga Seraya Lubuk Baja tersebut melaporkan bahwa sekelompok orang yang mengatasnamakan pihak tertentu memasang plang tanpa persetujuan dan koordinasi dengan warga sekitar disertai dengan tindakan intimidasi, termasuk dugaan pelemparan batu yang menyebabkan luka fisik dan kerusakan properti.
Menurut salah satu pelapor, dugaan ini mencerminkan adanya upaya sistematis untuk menciptakan rasa takut di kalangan warga agar mereka bersedia meninggalkan lahan yang mereka tempati. “Tindakan seperti ini tidak hanya melukai fisik, tetapi juga mental warga. Mereka merasa tidak dilindungi,” ungkap seorang warga yang meminta namanya dirahasiakan.
Rahasia Umum yang Perlu Diberantas
Di Batam, penggunaan preman dalam konflik lahan sudah menjadi rahasia umum. Pola ini dianggap sebagai cara cepat untuk mengatasi kendala di lapangan tanpa melalui jalur hukum yang lebih panjang. Namun, tindakan ini justru memunculkan citra buruk terhadap pengembang, dan pemerintah kerap dianggap melakukan pembiaran hingga kasus menjadi viral di media sosial.
Pemerintah daerah dan aparat penegak hukum diminta untuk lebih proaktif dalam merespons kasus-kasus serupa agar tidak menimbulkan keresahan yang berkepanjangan. Kehadiran preman dalam sengketa lahan jelas melanggar hukum, dan masyarakat berhak mendapatkan perlindungan hukum yang maksimal.
Harapan untuk Perubahan
Kejadian ini diharapkan menjadi perhatian serius bagi semua pihak, terutama pengembang dan pemerintah. Sebagai kota dengan visi menjadi pusat investasi, Batam perlu memastikan setiap langkah pembangunan dilakukan secara adil dan transparan, tanpa menimbulkan korban di masyarakat.
Di sisi lain, pengembang juga diharapkan bisa membangun komunikasi yang lebih baik dengan masyarakat dan mematuhi aturan hukum. Penyelesaian sengketa lahan melalui dialog dan mediasi adalah jalan terbaik untuk menciptakan win-win solution yang menguntungkan semua pihak.
Langkah nyata dari pemerintah dalam menangani kasus ini juga akan menunjukkan komitmennya terhadap perlindungan masyarakat dan penegakan hukum. Dengan demikian, Batam tidak hanya dikenal sebagai kota investasi, tetapi juga sebagai kota yang menjunjung tinggi keadilan dan kesejahteraan bersama. (Al)