Batam, Wajah Batam – Proses seleksi anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Kepulauan Riau kembali menuai sorotan. Kali ini, beberapa peserta seleksi yang tidak lolos dalam tahap akhir melaporkan dugaan maladministrasi yang terjadi selama proses seleksi. Laporan tersebut diajukan ke Ombudsman Provinsi Kepulauan Riau sejak November 2024 dan hingga kini masih dalam proses pemeriksaan.
Eri Syahrial, yang bertindak sebagai juru bicara dari sejumlah peserta seleksi, menyampaikan bahwa proses seleksi KPID Kepri tidak sesuai dengan aturan yang berlaku, khususnya UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (PKPI) Nomor 1 Tahun 2014. Hal ini disampaikannya dalam konferensi pers di Batam, didampingi Monalisa SH dan Subari, dua peserta seleksi lainnya, pada Selasa (23/1/2025).
Menurut Eri, maladministrasi dimulai dari proses awal seleksi ketika DPRD Kepri mengambil alih tugas panitia seleksi tanpa pembentukan tim yang sesuai prosedur. Proses ini sempat dikoreksi oleh pihak terkait, tetapi tetap menciptakan ketidakpastian dalam tahapan seleksi.
“DPRD Kepri baru membentuk panitia seleksi setelah mengumumkan tahapan seleksi pertama ke publik. Proses ini sudah keliru sejak awal,” ujar Eri.
Selain itu, sejumlah pelanggaran lain juga diungkapkan, seperti:
- Afiliasi Politik Calon: Beberapa peserta seleksi yang diketahui memiliki afiliasi dengan partai politik tetap diloloskan, meskipun PKPI secara tegas melarang anggota partai politik atau mantan calon legislatif (caleg) untuk mengikuti seleksi. Ironisnya, beberapa peserta lainnya justru dieliminasi karena terdeteksi pernah menjadi caleg.
- Tahapan Seleksi yang Tidak Transparan: Tidak adanya uji publik terhadap calon yang lolos seleksi menyebabkan hilangnya hak masyarakat untuk memberikan masukan. Proses seleksi yang berlangsung secara maraton juga dinilai menghilangkan sejumlah tahapan penting.
- Pemilihan Berdasarkan Kepentingan: Dalam tahap uji kepatutan dan kelayakan di DPRD Kepri, hasil rangking dari panitia seleksi diabaikan. Beberapa calon dengan skor tinggi justru tidak terpilih, sementara calon lain dengan nilai lebih rendah diloloskan tanpa latar belakang yang relevan di bidang penyiaran.
Eri menegaskan bahwa para peserta seleksi yang merasa dirugikan siap membawa masalah ini ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) jika Gubernur Kepulauan Riau tetap melantik calon terpilih yang saat ini dipertanyakan integritasnya.
“Kami akan menggugat ke PTUN demi memperjuangkan hak konstitusi kami. Biarkan pengadilan yang memutuskan agar masalah ini tidak terus berlarut-larut,” tegasnya.
Sementara itu, laporan dugaan maladministrasi ini diduga menjadi salah satu pertimbangan Gubernur Kepri untuk menunda pelantikan. Namun, hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak Pemerintah Provinsi maupun Ombudsman terkait perkembangan aduan tersebut.
Selanjutnya, Eri dan rekan-rekannya berharap proses seleksi pejabat publik, khususnya anggota KPID, dapat berjalan sesuai aturan dan asas kepatutan. Mereka menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam setiap tahapan seleksi untuk menjaga kepercayaan publik.
“Ini bukan hanya soal siapa yang terpilih, tetapi bagaimana proses itu dijalankan. Kami ingin memastikan agar hal seperti ini tidak terulang di masa depan,” tutup Eri. (Al)