Oleh : Anton Permana (Pengamat Pertahanan dan Sosial Politik, Alumni Lemhanas RI PPRA 58 tahun 2018)
WAJAHBATAM.ID – Jakarta, 8/1/2020 | Hingga hari ini, konflik dan perang isu tentang laut china selatan masih berjalan. TNI sebagai tulang punggung alat pertahanan sudah mengirimkan 5 kapal perang, satu pesawat patroli maritim, satu pesawat intai, dan empat pesawat tempur F 16 dari Lanud Pekanbaru. Tidak saja itu, 600 pasukan tambahan yg terdiri dari marinir, den paskhas Arhanud plus alutsista hanud (pertahanan udara) untuk menambah gelar kekuatan di pangkalan TNI Natuna. Tidak saja hanya sampai disitu, 500 kapal tradisional nelayan Indonesia juga dikerahkan untuk menghalau serta sekalian mengeksplorasi tangkapan ikan yang memang sedang melimpah di laut Natuna.
Secara diplomasi luar negeri, kita juga sama mendengar kementrian luar negeri sudah menyampaikan nota protes. Presiden Jokowi juga ikut melemparkan statemen keras bahwa laut natuna adalah teritorial dan kedaulatan NKRI sesuai dengan hukum laut internasional UNCLOS 1982.
Lalu bagaimana dengan respon China Tiongkok ? Apakah mereka bergeming ? Dan ternyata tidak. China Tiongkok (sebuah penyebutan nama atas China daratan hari ini yg berafiliasi komunis hasil kudeta Den Xioping), sama sekali tidak bergeming. China Tiongkok malah mengirimkan kapal induk terbarunya Shandong ke pangkalan militer buatan mereka di Kepulauan Spratly. Secara diplomasi pun, kementrian luar negeri China juga resmi menyatakan tidak terpengaruh atas apa saja upaya individu, organisasi, negara lain yang merugikan kepentingan China Tiongkok di Laut China Selatan. Bahkan, China Tiongkok kembali mengirimkan ratusan kapal nelayan tradisional mereka (yang di sinyalir adalah para tentara laut yg menyamar jadi nelayan) ke laut China selatan di bawah pengawalan ketat kapal coast guard China.
Tentu saja, kondisi ini semakin menaikkan tensi politik di Laut China Selatan atau Laut Natuna Utara. Kondisi ini juga semakin memanas karena Jepang juga tak mau kalah, dengan ‘show’ mengirimkan kapal destroyernya melakukan patroli maritim terbatas mengarah ke Laut China Selatan.
Lalu muncul pertanyaan. Apakah kondisi konflik ini akan bisa meningkat kepada konflik militer terbuka antara negara (China Vs Indonesia) ? Dan kalau ini terjadi, apakah Indonesia sanggup berhadapan dengan militer China yang saat ini digadang-gadang ranking dua dunia versi majalah Global Military Fire Power ?
Pertanyaan-pertanyaan ini awalnya tidak menarik perhatian penulis untuk meresponnya. Namun setelah penulis melihat, percakapan para netizen serta komentarnya yang mulai beragam tapi menjurus? Baru penulis merasa perlu ikut memberikan perbandingan informasi seimbang, agar masyarakat tidak mudah termakan ‘perang opini/propaganda’ media melalui proxy nya. Khususnya para proxy dan agen China Tiongkok. Untuk itu, izinkan penulis untuk merespon beberapa pertanyaan mendasar tentang kemana ‘sebenarnya’ arah konflik Laut China Selatan ini. Apakah konflik ini by design bermuatan politik ? Atau memang ‘pure’ bisa menjurus kepada perang terbuka ? Berikut penjelasannya.
ANALISIS SECARA POLITIK DAN EKONOMI
Secara logis. Di atas kertas penulis tetap memprediksi tidak mungkin China akan berani macam-macam terhadap Indonesia, apalagi kalau mau perang terbuka secara fisik/militer dengan Indonesia. Alasannya adalah :
1. Kalau kita jernih dan pintar membaca. China Tiongkok itu secara geo ekonomi dan geo politik sangat membutuhkan Indonesia. Bahkan kalau boleh dikatakan, China Tiongkok itu sangat bergantung kepada Indonesia. Dan Indonesia itu adalah masa depannya China. Namun, masyarakat kita dijejali dengan propaganda isu ‘hutang’ dan investasi begitu massive yg tidak seimbang. Sehingga lahirlah framing opini seolah Indonesia (secara negara bukan pemerintah) sangat tertekan oleh China karena hutang.
Padahal kalau kita lihat data statistik. Jumlah hutang Indonesia kepada China masih jauh di bawah hutang Indonesia kepada Amerika, Jepang, dan yang terbesar itu adalah kepada Singapore. Cuma kenapa propaganda hutang ini seolah membuat ‘mental’ bangsa Indonesia harus inferior dan merasa di bawah superioritas China ?
2. China Tiongkok itu berpenduduk 1,4 milyar terbesar di dunia. Dimana pertumbuhan ekonominya sangat bergantung kepada bergeraknya roda industri yang mesti terus berjalan agar masyarakatnya tetap bisa bekerja. Kondisi ini tentu akan menghasilkan dua konsekuensi besar yaitu : butuh market tempat menampung hasil produksi industri China, dan pasokan sumber daya energi dari luar China. Karena bahan baku sumber daya energi ini samgat terbatas. Kalau dua ini tidak terpenuhi maka industri China akan lumpuh yang pasti akan mengakibatkan pengangguran besar-besaran. Nah kalau ini terjadi, tentu akan menjadi bencana besar bagi ekonomi China. Ratusan juta rakyat China akan menjadi pengangguran dan menjadi bencana sosial yang bisa merontokkan ekonomi China.
Sedangkan, dua hal di atas China sangat bergantung pada Indonesia. Contohnya ; 42 persen pasokan energi China berupa gas dan batu bara berasal dari Indonesia. Kita bisa melihat bagaimana lalu lalang ratusan kapal tongkang hilir mudik Indonesia-China setiap harinya mengirimkan hasil kekayaan Indonesia. Ditambah lagi, saat ini China sedang investasi besar-besaran dalam infrstruktur teknologi society 5.0. Dimana material utama dari sistem ini adalah baterai lithium yang komponen utamanya berasal dari tambang nikel, tembaga, timah, yang hanya ada di Indonesia. Jadi sangat wajar China jor-joran tanam investasi di Indonesia seperti di Morowali, Nusa Tenggara dan Papua.
Begitu juga untuk yang kedua yaitu market. 270 juta rakyat Indonesia adalah pasar empuk bagi produk China tiongkok. Jutaan ton semen, baja, peralatan kebutuhan pembangunan di Indonesia, serta produksi fashion, peralatan teknologi, elektrical, adalah pasar utama China. Dengan dua alasan inilah menurut hemat penulis sangat tidak mungkin China ‘serius’ akan berani berperang terbuka dengan Indonesia.
3. China saat ini secara geopolitik dan geo ekonomi sedang terkepung oleh Amerika dan sekutunya. Secara ekonomi, perang dagang dengan Amerika terus berlangsung. Dan untuk hal ini boleh dikatakan China masih bisa mengimbangi AS bahkan berhasil bikin AS ‘kalimpasiang’ (panik).
Namun secara geo politik, mesti diakui AS masih jauh di atas pengaruh China. Isu pelanggaran HAM Uyghur, kerusuhan Hongkong, konflik Taiwan yang merdeka dari China, pencaplokan atas Tibet, membuat China makin ‘kalimpasiang’. Isu HAM Uyghur dan rusuh Hongkong telah mempelasah pamor China di mata dunia internasional. Sanksi internasionalpun menanti. Ditambah lagi, saat ini negara-negara Afrika yg sebelumnya manut sama China karena ‘debt trap obligation’ (jebakan hutang) seperti Angola, Zimbabwe, dan Pakistan sudah mulai berani melawan serta memutuskan kontrak investasi dengan China. Terakhir Malaysia, Thailand, dan Philipina yang juga mulai meninggalkan China.
Kondisi ini menjadikan China sangat membutuhkan teman aliansi seperti Indonesia. Negara Timur Tengah, Rusia, Eropah, bahkan Turkey yang sebelumnya menjadi mitra strategis China, saat ini akibat isu HAM Uyghur dan rusuh Hongkong banyak yang membekukan kerja samanya dengan China Tiongkok. Namun kondisi ini kurang terpublikasi di tanah air. Jadi akan sangat tidak mungkin China Tiongkok cari masalah dengan Indonesia. Adapun Rusia yg biasanya menjadi mitra strategis China namun yang perlu dicatat adalah ; hubungan dua negara ini hanya karena faktor mempunyai musuh yang sama yaitu Amerika. Bukan hubungan ideologis atau aliansi. Karena meskipun sesama beraliran sosialis-komunis, namun secara ideologi kenegaraan jauh berbeda. Rusia sosialis borjuis, China murni sosialis-komunis aliran Mao Tse Tung. Rusia masih menghormati adanya agama, China sangat anti akan agama apapun.
4. Mesti dipahami, skema hutang dan investasi China di Indonesia itu sangat rapuh. Karena secara yuridis formil banyak melanggar konstitusi dan aturan hukum Indonesia. Skema hutang China di Indonesia tidak berdasarkan UU yang di setujui DPR. Namun berdasarkan Peraturan Presiden. Artinya, apabila terjadi force major terhadap Indonesia seperti pemakzulan presiden, kudeta, bencana alam, perang’ atau presiden meninggal dunia maka hal ini akan menjadi masalah besar bagi China. Hutang terancam bisa tidak berkekuatan hukum.
Selanjutnya, skema proyek investasi China di Indonesia adalah infrastruktur transportasi pelabuhan secara turn key. Dimana sangat bergantung kepada pemakaian konsumtif aktifitas ekonomi rakyat Indonesia. Kalau terjadi perang, tentu akan sama saja dengan menghancurkan infrastruktur yang mereka bangun sendiri. Memghancurkan sumber uang yang mereka investasikan.
5. Penulis tetap menilai, isu konflik Laut China Selatan tetaplah ‘by design’ untuk mengalihkan isu-isu besar seperti ; kalau di China tentang pelanggaran HAM di Uyghur dan rusuh Hongkong. Di Indonesia untuk mengalihkan dari isu mega korupsi 13,7 trilyun di Jiwasraya. Kalau untuk konteks Indonesia, hal ini lazim terjadi bahkan ada organ industri produsen isunya untuk mengaburkan segala kerusakan dan kegagalan roda pemerintahan hari ini. Baik itu tentang janji-janji politik kampanye, maupun hutang, narkoba, dan banyak lagi lainnya.
Namun, sebagai negara berdaulat kita tentu juga tidak bisa anggap remeh provokasi China Tiongkok di Natuna. Sesuai dengan doktrin pertahanan dunia yang masyur ‘Civis Paccum Parabelleum’ (Ketika siap berdamai, maka bersiaplah untuk berperang).
Untuk itu penulis sangat mengapresiasi tindakan tegas TNI dan Bakamla dalam menyikapi pelanggaran kedaulatan wilayah oleh China di Laut Natuna. Apapun motif dan modusnya di balik itu. Jargon NKRI harga mati mesti diimplementasikan.
ANALISIS SECARA MILITER
Untuk menjawab perdebatan antara kemampuan militer antar dua negara apabila memang terjadi perang terbuka. Sebagai perimbangan maka penulis juga akan mencoba menjawabnya.
1. Kemungkinan untuk terjadi perang terbuka itu, namanya kita hidup berdampingan tentu ada kompetisi dan distorsi kepentingan. Cuma pertanyaannya, apakah itu perang dalam skala tertentu untuk tujuan tertentu, atau memang perang dalam skala terbuka secara fisik militer ?.
Perang dalam skala terbatas/tertentu maksud penulis adalah ; Kita bisa belajar kepada perang 6 hari antara Israel dengan negara-negara Arab pada tahun 1967 dan perang Yon Kipur I, II pada tahun 1970-1973. Dari catatan inteligent yang pernah dipublish oknum CIA pada tahun 2000, diberitahukan bahwa perang yang terjadi itu hanyalah perang basa-basi alias perang setengah hati antara Israel dengan para pemimpin negara Arab ketika itu. Dalam rangka membangun opini di dunia tentang kedigjayaan militer Israel bisa mengalahkan keroyokan negara Arab seperti ; Irak, Mesir, Suriah, Yordania, Arab Saudi, dan seterusnya. Padahal dibaliknya telah terjadi ‘main mata’ antara Israel dengan oknum pemimpin negara Arab tersebut hingga sekarang. Contohnya ; kalaulah memang Israel itu militernya hebat, toh sering kebobolan dan bulan-bulanan juga oleh perlawanan Hamas di Palestina yang hanya menggunakan senjata ala kadarnya. Begitu juga menghadapi Hizbullah di Lebanon Selatan. Dan kalaupun ada pemimpin negara Arab yg serius untuk memerangi dan menjadi ancaman Israel, secara perlahan pasti di habisi. Contohnya Raja Faisal Arab Sudi, Saddam Hussein Irak, dan Moammaf Khadafi di Libya.
Hal ini yang sedikit penulis tangkap ada arah kemungkinan bisa terjadi di Laut Natuna. Dibuat skenario perang terbatas, kemudian Natuna dibuat bisa direbut dengan mudah (seperti tanah tinggi golan oleh Israel), lalu kemudian deal dengan perjanjian-perjanjian yang menguntungkan China.
Hal ini sangat mungkin saja terjadi, melihat tabiat dan track record para oknum pejabat politik
di negeri ini. Untuk itu, penulis meminta kita semua dan mempelototi setiap statement komentar para elit politik yang mencla-mencle berpotensi menjadi pengkhianat bangsa.
2. Dalam perang militer, hitungan angka kuantitatif kemampuan militer kadang berbanding terbalik dengan realitas di medan pertempuran. Kita tidak menafikan kemampuan kuantitatif (secara angka) militer China yang berada di atas Indonesia. China saat ini untuk kemampuan lautnya saja memiliki dua kapal induk (satu siap tempur kapal induk Lioning dan satu lagi baru tahapan uji coba berlayar yaitu kapal induk shandong), 62 kapal selam, 8 destroyer, puluhan freegate dan juga mempunyai puluhan kapal perang berbagai jenis lainnya. Begitu juga dalam kekuatan udara. China punya ratusan pesawat tempur berbagai type. Mulai dari pesawat tempur generasi ke 4 (JF thunder, J 10, J 11) juga sudah menerbangkan varian pesawat tempur generasi ke 5 seperti J-20 yang mirip SU 57 Rusia. Belum lagi drone tempur dan drone pembomb yang acap kali dipamerkan dalam parade militernya.
Untuk kekuatan darat, China juga spektakuler. Selain punya senjata nuklir. China juga mempunyai rudal jelajah lintas benua, 2,7 tentara aktif, ribuan tank dan artileri. Jadi wajar kalau saat ini majalah Military Global Fire mematok China berada pada ranking 2 kekuatan militer dunia bersaing tipis dengan Rusia (ranking 3) namun tetap jauh di bawah Amerika.
Bandingkan dengan Indonesia yang berada di posisi ranking 16 dunia. Secara kekuatan armada laut, Indonesia saat ini sudah mempunyai 5 kapal selam (3 kapal selam diesel electrik baru Cong Bo Go Claas) buatan Korea Selatan, ratusan kapal perang berbagai type mulai dari light freegate, korvet, dan kapal cepat rudal.
Secara kemampuan udara, Indonesia juga sudah menpunyai puluhan pesawat tempur canggih Sukhoi SU MK 27/30, F 16 Fighting Falcon Block 52i, dan juga Hawk MK 200 buatan Inggris.
Untuk kemampuan angkatan darat, jumlah prajurit aktif TNI 600 ribu personil. Serta memiliki 1,5 juta pasukan cadangan. Indonesia khusus di pangkalan militer Natuna, sudah menempatkan rudal jarak menengah Astros II buatan Brazil, Bataliyon roket yang menggunakan RM Grad 70 dan Vampire, begitu juga alutsista Arhanud (artileri pertahanan udara) seperti Orlykon Skyshield, Mistral, Star Track, bahkan juga buatan China QW-06 dan Chieron buatan Korea Selatan.
Meskipun tertatih’tatih, namun pertumbuhan alutsista militer Indonesia mulai tumbuh signifikan secara senyap. Sehingga hal ini juga diketahui pihak asing bahwa tidak akan mudah untuk merebut wilayah kedaulatan Indonesia secara invansi militer. Ada sebuah adagium dalam dunia militer ; Jangan pernah memerangi sebuah negara yang angkatan perangnya masih rajin berlatih bersama dan gabungan. Jangan pernah memerangi negara yang pesawat tempurnya masih terbang, kapal lautnya masih berlayar, dan meriamnya berbunyi. Karena pasti akan beresiko besar dan berbiaya mahal untuk mengalahkannya. (Jend. Mc Arthur 2000). Dan ini di lakukan AS terhadap Irak yang menginvansi setelah melucuti, mengembargo Irak hingga militernya lumpuh baru di serang.
3. Kita bisa belajar kepada Uni Soviet di Afghanistan. Amerika di Vietnam. Atau operasi Barbarosa Hitler di Jerman kepada Uni Soviet. Bahwasanya, tidak selalu postur militer yang besar secara jumlah angka menjadi penentu kemenangan sebuah peperangan. Buktinya, Uni Soviet akhirnya runtuh setelah kalah perang dan dipermalukan Taliban di Afghanistan (walaupun ada dukungan AS bermain di belakangnya). Amerika sendiri juga dipermalukan Vietnam dalam perang di tahun 1970an. Berapa ribu tentara Amerika tewas dan hilang. Tak terhitung kerugian materil yang dialami Amerika. Sampai Hollywood mesti membuat 86 jenis film propaganda termasuk film ‘Rambo’ untuk menutupi malu mereka kalah perang di Vietnam.
Dan juga mesti di catat juga. Irak yg berpenduduk 28 juta saja, dimana wilayahnya hanya seluas satu provinsi di Indonesia dan dalam keadaan lumpuh militernya, sekutu menghabiskan biaya 3 trilyun dolar, ribuan nyawa melayang. Dan itupun perangnya belum selesai hingga hari ini. Bayangkan kalau untuk menaklukan Indonesia yg punya penduduk 270 juta dan luas wilayah 7 juta Km persegi.
Artinya, banyak faktor penentu kalah-menang dalam sebuah perperangan. Seperti Jerman dalam operasi Barbarosa. Walaupun sebelumnya Prancis, Denmark mereja taklukan dengan mudah, namun medan yang sulit, cuaca ekstrim dan logistik menjadikan tentara Jerman kalah duluan melawan alam Uni Soviet sebelum berperang.
4. Yang harus menjadi catatan penting China kontemporer belum mempunyai jam terbang dalam perang terbuka dalam skala besar. Jadi kemampuan militer China yg dipropagandakan sedemikian rupa belumlah teruji. Berbagai peralatan canggih militer mereka belum teruji di medan perang sesungguhnya. Bahkan dalam proses latihanpun, sudah banyak justru peralatan mereka yang memakan korban nyawa tentaranya sendiri. Seperti salah tembak sasaran, tabrakan pesawat, pesawat tempur nyemplung di laut, rudal yg telat meledak, meriam yang lepas kuncinya, banyak lagi kejadian yang sengaja mereka tutupi.
Contoh gampangnya adalah, hati-hati dengan propaganda dan ‘show of force’ militer China untuk memukul mental kita. Ingat saja tokoh Buce Lee atau IP Man yang jago hanya dalam film. Tetapi buktinya, dalam semua event beladiri dunia seperti UFC, MMA, tidak ada satupun bela diri asal China yg juara. Keok semuanya dalam realitas. Jauh berbeda dengan adegan film.
5. Kalau perang terbuka antara China dan Indonesia, yakinlah TNI tidak sendiri. Ada ratusan juta rakyat Indonsia yang siap turun ke medan laga. Dan penulis yakin, kalau ini terjadi, AS dan sekutunya pasti akan memanfaatkan momentum ini untuk hancurkan China. Negara Asia Tenggara pun pasti akan terlibat dan dukung Indonesia. Jadi bisa-bisa konflik Natuna ini menjadi neraka bagi China, dan China berpotensi menjadi musuh bersama dunia.
Dan ingat, China sendiripun mempunyai masalah internal dalam negeri yang saat ini bagaikan api dalam sekam seperti bomb waktu yang hanya menunggu pemantik api saja untuk meledak. Tibet, mongolia, Uyghur, Hongkong, Taiwan, adalah titik panas yang akan jadi titik letupan pemberontakan kepada China.
Secara sejarah kita juga mesti ingat. China pernah besar karena ambisi, tetapi juga hancur karena ambisi. China pernah jadi imperium terbesar dunia, tetapi juga bangsa yang paling lama di jajah oleh bangsa asing bergantian selama 1000 tahun. Dan penulis yakin, China pasti tidak akan segegabah itu
6. Ingat juga, ada jutaan warga keturunan China hidup di Indonesia dan juga jutaan hidup di belahan dunia lainnya. Kalau perang terjadi, maka yang akan menerima dampak langsung adalah para warga keturunan China yg ada di santero nusantara. Perang ini akan meledakkan sentimen anti China. Dan sudah tak terbayangkan lagi bagaiamana kalau ini terjadi. Tentu warga keturunan China akan menjadi sasaran kemarahan rakyat Indonesia. Ditambah lagi, sentimen ini saat ini semakin meningkat bagai api dalam sekam.
SIMPULAN SARAN
Dari pemaparan diatas maka dapat kita simpulkan dan berikan saran adalah :
1. Strategi hard power. Situasi saat ini kembali menyadarkan kita bahwa ancama perang symetris (fisik) dan perang asymetris (non-fisik) itu tetap akan ada. Untuk itu, peningkatan postur dan kemampuan militer Indonesia adalah wajib dan mendesak. Kalau perlu MEF (Minimum Esensial Force) tahap tiga perlu di tingkatkan secara fundamental agar tercapai kekuatan penuh militer Indonesia di percepat. Kalau hari ini PDB alutsista kita masih 0,8 sudah saatnya di tingkatkan menjadi 2 persen PDB. Agar kekuatan militer Indonesia berotot yg dapat memberikan ‘deterent effect’ bagi negara manapun.
Kalau saat ini dalam kemampuan hanud (pertahanan udara) Indonesia masih berkutat pada sistem hanud titik dan pangkalan (jarak pendek), kedepan Indonesia mesti mempunyai kemampuan hanud terminal dan area (jarak menengah/jauh). Kalau perlu akuisisi rudal S 300, 400 buatan Rusia seperti Turkey dan Philipina.
Jumlah kapal perang kelas berat (freegate), dan kapal selam minimal kilo class perlu juga di tingkatkan. Begitu juga dalam kekuatan udara. Untuk mencapai superioritas udara, Indonesia segera menyelesaikan pengiriman pengadaan pesawat tempur Sukhoi SU 35 dan F 16 Viper block 72. Kalau perlu, minta prevalage khusus pengadaan dari AS untuk meningkatkan kemampuan militer Indonesia. Khususnya dalam alutsista intai maritim, drone, dan rudal jelajah baik surface to air maupun survacs to survacs/sub marine.
2. Dalam strategi soft power. Buat pos maritim bersama dengan negara Asia Tenggara. Meskipun sdh berjalan ‘setengah hati’, jadikan momentum ini untuk Indonesia sebagai big beother ASEAN sebagai pemimpin di depan. Kalau perlu, jadikan pangkalan militer Natuna sebagai markas besar maritim Asia Tenggara dengan biaya bersama. Ini baru namanya ancaman di robah jadi peluang.
3. Implementasikan segera amanah konstitusi pasal 30 tentang kewajiban bela negara. Yang akhir tahun ini UU nya sudah di sahkan melalui UU nomor 23 tahun 2019 tentang PSDN (Pemanfaatan Sumber Daya Dalam Negeri). Undang Undang ini semacam instrumen hukum wajib militer ala Indonesia. Dan ini sangat sesuai dengan doktrin pertahanan negara kita yaitu : Sishankamrata (Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta). Artinya segala potensi negara baik itu sumber daya alam, sumber daya buatan, komponen utama, komponen cadangan, serta komponen pendukung wajib turut serta bela negara. Apabila negara dalam situsi perang.
Program ini juga bisa di jadikan program cuci otak dan menanamkan rasa nasionalisme, patriotisme lagi kepada anak bangsa yg saat ini mulai pudar. Program ini juga pasti akan ampuh untuk menjauhkan generasi muda kita dari narkoba, virus LGBT, virus allay, dan gaya hidup hedonisme.
4. Kita jadikan kondisi konflik natuna ini sebagai momentum pemersatu anak bangsa. Karena ada musuh bersama dari luar. Sambil menyadarkan kita bahwa dalam pergauln internasional tidak ada kawan atau lawan yg abadi. Semua tergantung kepentingan.
Jangan lagi kita mau di bodohi dan di adu domba dengan bahasa-bahasa manis tapi berbisa. Seperti ; menggunakan bahasa radikalisme untuk menyudutkan orang yg taat beribadah. Menggunakan kata intoleransi untuk misi terselubung mengganti akidah dari kelompok liberal. Atau menggunakan bahasa investasi dan ekonomi padahal di baliknya adalah untuk menjajah dan menjarah tanah air kita. Dan virus ini adalah murni pola dan strategi komunisme dalam memainkan propagandanya di dunia. Siapa yg jadi penghalang maka akan di sudutkan dgn bahasa radikal dan intoleran.
Untuk itu, penulis kembali mengajak kita semua agar tetap waspada dan logis memahami konflik Laut Natuna ini. Di satu sisi kita mesti cerdas dan tanggap terhadap manuver politik yang bermain di balik ini, namun di satu sisi kita juga mesti siaga kalau terjadi hal yang paling buruk terhadap kedaulatan bangsa Indonesia.
Kalau sudah berbicara kedaulatan, mari kita stop segala perbedaan. Tak ada kata selain merangkai persatuan, kompak bersama dalam cita rasa nasionalisme, patriotisme kecintaan kita terhadap tanah air Indonesia. InsyaAllah NKRI harga mati akan tetap abadi untuk kita pertahankan bersama. Melalui persatuan dan kesatuan sesama anak bangsa. Jaya Indonesiaku…
Jakarta, 08 Januari 2020.
(Penulis adalah pengamat pertahanan dan sosial politik, alumni Lemhannas RI PPRA 58 tahun 2018).