Nasional

Pesawat Tempur Rafael, , SU-35 & F-16 Viper & Arah Diplomasi Pertahanan Prabowo

×

Pesawat Tempur Rafael, , SU-35 & F-16 Viper & Arah Diplomasi Pertahanan Prabowo

Sebarkan artikel ini

Oleh Kontributor WB:Anton Permana.

Tidak terlalu terpancing reaktif dalam isu konflik laut Natuna, bukan berarti Menhan Prabowo berdiam diri apatis. Mantan komandan pasukan khusus kebanggaan bangsa Indonesia ini lebih memilih bergerak taktis dalam peran diplomasi militernya memainkan geopolitik geostrategi Indonesia dengan beberapa negara berpengaruh besar di dunia. Setidaknya hampir semua negara yang tergabung dalam negara G20 serta negara tetangga Asia Tenggara yang sudah disambangi Prabowo.

Dalam catatan penulis, tinggal Amerika, Rusia, Jerman dan Inggris negara raksasa yang belum sempat didatangi. Tapi selain itu mulai negara sahabat kultural terdekat seperti Malaysia, Philipina, Thailand, Singapore, Korea Selatan, Jepang, China, Turkey, terakhir bersama Menhan Prancis H.E Florence Parley di Paris sudah didatangi Prabowo. Meskipun belum sempat menyambangi beberapa negara besar itu, namun para duta besar dan Menhan beberapa negara seperti Amerika, Australia, Inggris bahkan Yordania sudah bertemu Prabowo di Jakarta.

Artinya, kalau kita menelisik secara melingkar pola gerak Prabowo dalam memainkan diplomasi pertahanannya, akan banyak hal menarik yang akan kita dapatkan. Salah satunya dalam hal pembelian alutsista pesawat tempur yang baru ini heboh yaitu tentang klaim dari pihak Prancis yang mengatakan bahwa Indonesia akan memesan 42 pesawat tempur canggih Rafael, 4 kapal selam Schorphene dan dua kapal perang Gowind berbobot 2500 ton ketika Prabowo bertemu Menhan Prancis Florence. Entah informasi ini benar atau tidak, tetapi yang jelas berita ini sontak membuat kaget publik khususnya para pengamat dan pemain alutsista di dunia.

Karena belum selesai 3 bulan yang lalu, Menhan Prabowo berkomentar akan beli pesawat tempur F 16 Viper block 72 dari Amerika, melanjutkan program KFX IFX (kerja sama membuat pesawat tempur generasi 4,5 dengan Korea Selatan). Prabowo juga sempat mengatakan akan tetap melanjutkan kontrak pengadaan Sukhoi SU 35 sebanyak 16 unit dari Rusia.

Tentu beragam informasi ini semakin menarik kita bahas, mengingat suasana laut Natuna yang masih bergelora pasca insiden kapal coast guard China menerobos ZEEI Indonesia.

Dari sini kita dapat melihat sebenarnya, bagaimana begitu pentingnya Indonesia di mata negara dunia kalau kita bisa memainkan ‘tek-tok’ diplomasi luar negeri dengan baik. Dunia butuh Indonesia. Mengingat posisi geografis Indonesia, sumber kekayaan alam yang melimpah, ditambah, eskalasi trade war antara Amerika Vs China yg menjadikan posisi ‘lintang’ Indonesia yang tepat berdiri sebagai ‘pasak’ kawasan di Asia Tenggara yg seharusnya bisa mendapatkan banyak benefit dan posisi tawar tinggi dari persaingan ini.

Hal inilah yang coba penulis bahas ketika tiba-tiba saja tersiar kabar bahwa Indonesia dalam memodernisasi alutsista pesawat tempurnya akan membeli pesawat Rafael buatan Prancis. Padahal, dalam satu dekade sebelumnya nama pesawat ini nyaris tidak pernah dilirik dan muncul namanya dalam top choice militer Indonesia.

Secara teknis, namanya Rafael adalah pesawat lanjutan dari Mirage 2000 buatan Dessault, Rafael yang di klaim tergolong pesawat tempur multirole system generasi 4++ ini cukup sangar dan boleh tergolong level papan atas pesawat terkini. Apalagi kalau dibandingkan dengan pesaingnya yg lain seperti SU 35 dan F 16 Viper. Masing-masing pesawat ini mempunyai keunggulan dan kelemahan yang berbeda. Secara kecepatan, kemampuan manuver dan daya jelajah, mungkin SU 35 lebih sedikit unggul. Karena SU 35 mempunyai sistem double engine sehingga bisa terbang sejauh 2800 kilo meter tanpa refueling di udara. Begitu juga dalam kecepatan, SU 35 bisa menggenjot kecepatannya di atas 2 mach. Sedangkan Rafael baru mampu berkecepatan 1,8 mach.

Namun dari segi body dan letalitas penggunaan radar avionik serta persenjataan, Rafael sedikit lebih unggul dari SU 35. Karena postur Rafel yg lebih kecil, menjadikannya lebih lincah, sulit dilacak radar PESA dari Sukhoi dan bisa take off di landasan pendek bahkan bisa dari atas kapal induk sekalipun. Biaya operasionalnyapun lebih murah. Begitu juga dalam hal radar. Rafael sudah menggunakan sistem radar AESA (Active Electrical Schan Array) yang dapat mendeteksi sasaran musuh lebih jauh (200 km) dan juga sekalian bisa mengeksekusi target 64 sekaligus. Rafael juta dilengkapi rudal mutakhir meteor air to air dan air to ground.

Kalau F 16 Viper kelebihannya adalah sudah teruji di berbagai medan pertempuran dan menjadi pesawat tempur generasi ke 4 yang paling banyak digunakan di dunia yaitu 3000 unit. Namun hal itu juga menjadi kelemahannya. Karena sudah dimiliki banyak negara yang serupa jadi kurang memberikan deterent effect. Karena sudah sama sama tahu kelebihan dan kekurangannya. Meskipun Viper yg akan dibeli Indonesia ini adalah varian F 16 produksi paling akhir yang diklaim paling mutakhir.

Secara spesifik tentu tidak cukup laman ini untuk kita membahas manakah yang unggul di antara tiga pesawat tempur beda produsen ini. Karena banyak hal untuk mengukur kemampuan sebuah pesawat tempur. Mulai dari kecepatan, kemampuan manuver, daya jelajah, persenjataan, jarak tempuh, perawatan, dan kemampuan deteksi radar atau anti radar.

Tetapi yang paling menarik perlu kita bahas itu adalah ; diplomasi apa yg sedang dimainkan Menhan Prabowo sekiranya memang akhirnya Indonesia memilih Rafael sebagai pengganti F 5 Tiger II yang sdh purna tugas ? Apa sebenarnya yg terjadi dibalik pilihan ini ? Berikut penulis akan mencoba menelaahnya lebih dalam.

1. Penulis melihat, Prabowo sedang memainkan manuver cerdas tak terduga ketika Indonesia harus berupaya melepaskan diri dari kepungan tekanan untuk tidak berbenturan dengan tiga kepentingan raksasa dunia saat ini yang direpresentasikan oleh tiga jenis pesawatnya yaitu ; Sukhoi SU 35 dengan Rusia (yang terganjal akan sanksi Amerika), F 16 Viper dari Amerika (dimana Indonesia pernah merasakan pahitnya embargo), dan terakhir J-11 Chendu buatan China (varian pesawat duplikat SU 35 buatan China). Kenapa ini penting ? Karena sudah lazim dalam tradisi belanja alutsista pertahanan, ada semacam sebuah gengsi dan kompetisi para negara besar produsen pesawat ini untuk berlomba menjual produknya kepada negara lain.

Dan motifnya tidak saja dalam hal ekonomi semata. Tetapi juga perlombaan bagaimana menyebarkan pengaruh geopolitik dan geostrategi negaranya kepada negara lain. Jadi, pilihan akan membeli jenis apa alutsista ini juga akan mempengaruhi arah politik pertahanan sebuah negara.

Kembali ke pokok awal. Untuk membeli pesawat tempur buatan China sangat tidak mungkin Prabowo akan pilih. Mengingat ketegangan yang terjadi di laut natuna meskipun presiden Jokowi dan Menko maritim Luhut terkenal pro China. Apalagi secara jam terbang, kualitas dan kemampuan pesawat tempur China ini belumlah teruji. Meskipun tampilannya sangar dan sdh melakukan atraksi demo dibeberapa waktu yang lalu.

Artinya pilihan Prabowo untuk memilih Rafael bisa jadi untuk lebih menaikkan posisi tawar Indonesia kepada tiga negara tersebut. Bahwasanya memberikan sinyal (code of conduct) Indonesia mempunyai banyak pilihan, baik dalam hal harga pesawat, kemampuan tempur, pengaruh kemitraan, ataupun skema kerja sama militer lainnya yang menguntungkan Indonesia. Dan Indonesia tidak bergantung hanya pada satu atau dua negara, tetapi justru Indonesia yang akan menentukan pilihannya sendiri tanpa pengaruh interfensi negara lain.

2. Pilihan atas Rafael juga menjadi jawaban bahwa. Indonesia akan tetap survive dalam hal perbandingan gelar superioritas udara di kawasan. Karena, kalau Indonesia menggunakan Rafael berarti Indonesia adalah negara pertama yang menggunakan Rafael di kawasan Asia Tenggara. Berarti negara lain tidak bisa memetakan dan mengukur kemampuan tempur kekuatan udara Indonesia yang berbasis Rafael. Dalam referensi persaingan kawasan ini sangat penting. Kita punya apa untuk lawan apa.

3. Dalam perspektif kompetisi dan ancaman. Pilihan terhadap Rafael juga tepat. Alasannya adalah ; mari kita lihat peta ancaman dari utara dan selatan Indonesia saat ini. Saat ini sudah berdatangan pesawat canggih generasi ke 5 varian F 35 B buatan Lockeed Martin di Singapore dan Australia. Ini adalah masalah serius bagi kita. Thailand juga sudah menggunakan pesawat tempur buatan Saab (swedia) Gripen B. Malaysia juga menggunakan Flanker (Sukhoi SU 30) dan F 18 A/B Super Hornet. Vietnam juga sdh menggunakan SU 30. Artinya, secara diatas kertas, jenis pesawat F 16 Viper dan SU 35 yang tencana awal akan kita beli itu, secara kekeluargaan bukanlah barang baru yg menakutkan bagi kawasan. Karena sudah akrab bagi Asia Tenggra. Malah untuk varian F 16 Viper kita sudah terlambat dan masih berada satu klik di bawah F 15 Silent Eagle nya Singapore apalagi F 35 B yang baru. Belum lagi kalau kita berbicara ancaman China dengan berbagai rupa pesawat ciplakannya seperti J 10, J 11, JF Thunder bahkan J 20 yang diklaim juga berkemampuan stealth (siluman).

Sedangkan Rafael, sesama kita ketahui sudah teruji digunakan di perang Libya yang berhasil menembus perisai udara SA 85 (S 200), yg artinya hal ini pasti akan memberikan effect tersendiri bagi kompetisi antar negara walaupun tidak secara langsung.

4. Penulis melihat ada urgensi bawaan lain dibalik rencana pilihan terhadap Rafael ini. Yaitu dengan diborongnya 4 kapal selam jenis Schorphene dan dua kapal freegate gowind class. Kenapa ? Sesama kita ketahui akhir ini TNI AL ada permasalahan terhadap uji fungsi tiga kapal selam terbaru kita Cong Bo Go class buatan Korea Selatan. Apa permasalahan detailnya tidak dapat kita ungkapkan disini.

Artinya. Penulis melihat, Prabowo tidak mau berleha-leha dengan kondisi ini. Namanya postur militer harus siap tempur kapanpun juga. Mengingat eskalasi ancaman dan tensi politik di Natuna semakin memanas. Jadi tidak ada kata lain selain bagaiamana Indonesia sesegera mungkin meningkatkan kemampuan pertahanannya agar punya kemampuan militer yang mempuni dan disegani. Bullshit kita bicara kedaulatan tapi tidak mempunyai kemampuan militer yang kuat.

Untuk itu, dikarenakan dalam hal kedaulatan bawah laut kemampuan kapal selam kita masih jauh ketinggalan dan bermasalah, maka Prabowo menutuskan untuk memilih kapal selam Schorphene sebagai solusinya. Karena, dunia militer tentu sudah tahu kemampuan jenis kapal selam canggih ini yang mampu bertempur dalam tiga dimensi berbeda sekaligus yaitu ; submarine (bawah laut), surface (permukaan), dan juga udara dari bawah laut. Kapal selam Schorphene ini mampu menyelam senyap sampai kedalaman 200 meter, mempunyai 12 tabung tarpedo, dan bisa juga menyerang target diudara dari posisi bawah laut (submarine missle to air and to surface).

Dan penulis melihat, dengan kehadiran empat unit kapal selam Schorphene ini, so pasti kapal selam asing akan pikir dua kali untuk mencoba menyelinap masuk ke peraiaran Indonesia.

5. Secara track record dan kultural alutsista, hubungan Indonesia-Prancis juga sangat baik dan berjalan lama. Seabrek alutsista buatan Prancis sudah dibeli dan digunakan puluhan tahun di Indonesia. Mulai dari meriam Caesar 155 mm. Tank legendaris AMX. Rudal Exocet, rudal pertahanan udara Mistral, dan banyak lagi lainnya. Ini menunjukkan bahwa alutsista buatan Prancis sudah sangat akrab dengan Indonesia. Dan tentu dengan hubungan ini Menhan yang begitu konsen ingin memajukan industri pertahanan dalam negeri berupaya bagaimana terjalin hubungan yang harmonis agar kedepan bisa ToT (transfer of technology). Supaya cita-cita untuk menjadikan industri pertahanan dalam negeri sebagai produsen global chain terwujud

6. Secara geopolitik dan geostrategi, Prancis adalah salah satu negara pemegang hak veto di PBB. Dan secara kekuatan militer juga 5 besar terkuat di dunia. Ini artinya, Prabowo ingin memperlihatkan bagaimana Indonesia bisa menjalin hubungan kemitraan strategis dgn siapapun secara bebas dan aktif. Bukti Indonesia bebas dari politik aliansi. Tapi di satu sisi memberikan pesan, bahwa Indonesia menpunyai banyak sahabat yang dekat. Dan apabila Indonesia diganggu kedaulatannya, maka Indonesia tidak akan berdiri sendiri. Akan banyak negara hebat yang akan berjibaku membantu Indonesia. Dan hal ini terbukti di konflik Laut China Selatan ini. Ketika kapal coast guard China mencari gara-gara menerobos kedaulatan Indonesia. Kita bisa lihat sendiri bagaimana reaksi rakyat Indonesia dan para negara sahabat yang punya kepentingan terhadap Indonesia. Inggris langsung mengirimkan kapal induk Queen Elizabetnya ke Natuna dengan alasan latihan kebebasan navigasi laut. Jepang menghibahkan kapal freegate nya pada Indonesia dan juga mengerahkan kapal destroyer canggihnya ke selat Taiwan mendekati Laut China selatan. Amerika juga tak kalah agresif. Juga mengarahkan gugusan armada ke 7 kapal induknya merapat ke selat Taiwan untuk alasan latihan navigasi laut. Ini adalah sinyal penting buat China.

Perjalanan bangsa ini masih panjang kedepannya. Namun sebagai anak bangsa yang cinta akan Indonesia. Kita semua tentu sangat berharap, bagaimana langkah-langkah diplomasi pertahanan Prabowo ini memang selanjutnya memberikan dampak yg positif terhadap performa Indonesia dalam pergaulan Internasional. Seribu kawan tidak akan cukup, satu lawan terlalu banyak. Artinya. Sebagai negara berdaulat, kita tentu akan terbuka dengan siapa saja. Namu ketika berbicara kedaulatan, NKRI harga Mati. Civis pacum parabellum. Kalau ingin berdamai maka siap untuk berperang. Salah satu strategi untuk membuat agar negara tetap eksis dan disegani itu adalah ; membangun postur militer yg berotot kemudian memainkan diplomasi milter yang baik dan cerdas.

Dan semoga, dengan langkah-langkah strategis Menhan ini kedepan, dapat membawa bangsa ini kembali tegak berwibawa ditengah pergaulan dunia. Merdeka !

Jakarta, 24 Januari 2020.

(Penulis adalah pengamat sosial, politik, pertahanan alumni Lemhannas PPRA 58 tahun 2018).

About Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *