Kepemimpinan Ganda: Ketika Organisasi Kemasyarakatan Tersandera Kepentingan Pemerintah
oleh: Suharsad, SH
Organisasi kemasyarakatan (ormas) atau paguyuban sejatinya menjadi wadah aspirasi rakyat dalam membangun kebersamaan, solidaritas, serta advokasi terhadap berbagai persoalan sosial. Namun, realitas di lapangan sering kali menunjukkan sebaliknya ketika pemimpin ormas berasal dari kalangan pemerintah atau akrab dengan instansi serupa, baik sipil maupun militer. Fungsi independen ormas kerap kali terhambat oleh kebijakan pemerintah yang menjadi payung kepemimpinan mereka.
Dari sejumlah pengalaman di berbagai daerah, organisasi yang dipimpin oleh orang yang dekat atau unsur aparat pemerintah kerap mengalami stagnasi program. Hal ini disebabkan oleh konflik kepentingan antara visi organisasi dengan kebijakan pemerintah yang dijalankan pemimpinnya. Aspirasi anggota sering kali hanya menjadi simbolik atau bahkan dikesampingkan demi agenda yang lebih menguntungkan pihak pemerintah bahkan politik pihak tertentu.
Misalnya, dalam organisasi paguyuban masyarakat yang bertujuan memperjuangkan hak-hak tanah adat atau lingkungan, pemimpin yang berasal dari pemerintah cenderung sulit bergerak bebas. Mereka “tersandera” oleh posisinya sebagai teman atau aparatur yang wajib tunduk pada atasan dan kebijakan negara. Akibatnya, agenda ormas sering kali hanya berjalan sesuai garis yang “aman” bagi pemerintah.
Secara hukum, terdapat aturan yang mengatur independensi organisasi kemasyarakatan, antara lain:
- Undang-Undang No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
- Pasal 5 menyatakan bahwa ormas bersifat mandiri dan tidak boleh menjadi alat politik atau kepentingan tertentu.
- Independensi ormas harus dijaga demi kepentingan publik, bukan kepentingan elite atau pemerintah.
- UU ASN No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
- ASN dilarang memegang jabatan rangkap di lembaga yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
- TNI dan Polri diatur dalam UU No. 34 Tahun 2004 dan UU No. 2 Tahun 2002, di mana anggota aktif kedua institusi ini memiliki batasan dalam aktivitas sosial-politik di luar tugas utamanya.
Ketentuan ini seharusnya menjadi pijakan dan komitmen agar kepemimpinan ormas tetap netral, berpihak pada masyarakat, dan tidak diintervensi oleh agenda pemerintah dan politik.
Banyak masyarakat yang merasa kecewa ketika perjuangan sebuah ormas berhenti di tengah jalan karena pemimpinnya lebih loyal pada kebijakan birokrasi ketimbang aspirasi anggota atau masyarakatnya. Seperti contoh kasus yang sering ditemui terkait pemberian lahan tanah untuk suatu organisasi Paguyuban atau sosial, dimana akan selalu berusaha mempertahankan identitas kepentingan dan dukungan politik yang menjadikan penyanderaan dalam kebijakan pembangunan yang tidak inklusif.
Keberatan ini bukan tanpa alasan. Masyarakat memandang pemimpin ormas seharusnya fokus pada kepentingan anggota, bukan justru menjadi perpanjangan tangan pemerintah. Situasi ini memperlemah kepercayaan publik terhadap organisasi dan membuat perjuangan kolektif semakin sulit diwujudkan.
Suara Masyarakat: Ormas Harus Independen
Berbagai kalangan menyerukan agar ormas atau paguyuban dipimpin oleh tokoh independen yang memiliki keberanian, komitmen, dan dedikasi terhadap perjuangan anggota. Seorang aktivis sosial di Batam, Suharsad, SH yang akrab dipanggil Allan menyatakan bahwa organisasi kemasyarakatan harus bebas dari intervensi dan pengaruh kekuasaan agar dapat berjalan sesuai dengan fungsinya.
“Ketika pemimpin ormas berasal dari kalangan orang yang dekat dengan pemerintah atau militer, aspirasi masyarakat menjadi kabur. Organisasi tidak lagi independen, dan rakyat kehilangan tempat untuk menyampaikan suara mereka,” ujarnya.
Jadi untuk mencegah fenomena ini berulang, perlu adanya penguatan regulasi dan pengawasan dari tokoh-tokoh penting dalam paguyuban agar tidak terjadi rangkap jabatan yang berpotensi merugikan paguyuban atau ormas. Selain itu, masyarakat dan anggota organisasi harus berani menuntut transparansi dan akuntabilitas dalam pemilihan pemimpin organisasi kemasyarakatan.
“Ormas yang bebas, mandiri, dan berpihak pada rakyat akan menjadi fondasi kuat untuk membangun demokrasi serta keadilan sosial di tengah masyarakat”, lanjut Allan
Dari kesimpulan tersebut, isu kepemimpinan ganda di ormas atau paguyuban bukan hanya sekadar polemik, tetapi menyangkut masa depan perjuangan aspirasi masyarakat dan anggota. Selain dari itu media dan aktivis juga memiliki peran yang sangat penting dalam mengawal independensi ormas agar tidak tersandera oleh kepentingan pemerintah dan politik tertentu. (Al)